Pandemi yang terjadi saat ini telah mengubah dunia secara tajam, termasuk dalam dunia korporasi. Banyak perusahaan yang melakukan transisi besar-besaran dengan memanfaatkan teknologi digital dan melakukan revolusi otomasi di berbagai bidang. Dengan adanya transisi tersebut, perusahaan dituntut untuk mengubah cara kerja dan kemampuan karyawan dalam menyesuaikan diri menjadi hal yang sangat critical.
Seperti perusahaan Manufacture yang harus melakukan konfigurasi ulang dalam proses supply chain dan production line, karena adanya pembatasan jumlah orang yang dapat bekerja di dalam satu ruangan. Ada lagi perusahaan teknologi dan start up yang bertumbuh sangat pesat dengan mengembangkan kepiawaian layanan secara online dengan berfokus pada Customer Experience. Tidak ketinggalan perusahaan yang bergerak dalam bidang Service yang harus beradaptasi dan fokus pada Customer Experience yang lebih digital dan contactless operations. Semua ini memberikan dampak yang mendalam dan dibutuhkannya Skills & Capabilities untuk posisi baru atau melakukan hal dengan cara yang baru.
Change is a Constant Thing. Pertanyaannya adalah bagaimana kita yakin bahwa tim mampu melakukan hal yang baru di kemudian hari? Secara strategis, perusahaan dapat melakukan hal-hal berikut:
- Organizational Restructuring – Memindahkan karyawan ke posisi pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki. Situasi seperti ini kerap terjadi jika perusahaan memiliki terlalu banyak karyawan dengan kompetensi yang sudah tidak dibutuhkan. Atau sebaliknya, di mana perusahaan tidak memiliki karyawan dengan kompetensi yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup.
- Upskilling – Mengukur kemampuan karyawan dan diberikan skill baru yang masih berada di area keahlian mereka agar karyawan menjadi lebih handal.
- Reskilling – Mengajarkan karyawan skill yang baru, karena kompetensi yang lama sudah tidak relevan dengan kebutuhan pekerjaan yang sekarang. Hal ini merupakan kewajiban perusahaan untuk melatih karyawan dengan skill
Berdasarkan Kamus Cambridge
Upskilling is the process of learning new skills or of teaching workers new skills.
Reskilling is the process of learning new skills so you can do a different job, or of training people to do a different job.
Reskilling harus selalu dimulai dari diri sendiri. Sebagai karyawan andalan yang seringkali disebut Talent, kita harus selalu berpikir maju, seperti:
- Apa yang dapat membuat perusahaan sukses?
- Apakah saya sudah cukup terbuka dan mau untuk belajar serta mengikuti tren atau tuntutan pekerjaan jaman sekarang? Gunakan konsep Current Skills and Capabilities; Future Skills and Capabilities
- Jika kita adalah seorang Leader, kita harus pertimbangkan untuk melakukan Upskilling & Reskilling terhadap karyawan dengan harapan karyawan dapat adaptif dan berkembang sesuai dengan rencana pekerjaan serta perusahaan.

Berdasarkan Laporan Future of Jobs yang diselenggarakan oleh World Economic Forum pada tahun 2018, diprediksi adanya perubahan urutan dari Top 5 Skills yang dibutuhkan pada tahun 2022 di antaranya adalah: Analytical Thinking & Innovation yang masih tetap di urutan pertama, dan Creativity, Originality & Initiative yang meningkat menjadi peringkat ke-3. Prediksi di tahun 2018 ternyata terbukti di tahun 2020 ini, di mana pandemi Covid-19 mengubah segalanya. Adanya tuntutan akan skills yang berhubungan dengan inovasi, proses berpikir dan analisa menjadi semakin kritis dibutuhkan di mana hanya Talent yang siap yang dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Seorang Manager yang baik harus memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi talent-talent terbaik di dalam tim yang dipimpinnya. Maka dari itu, dilakukannya asesmen menjadi krusial sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi potensi dan kompetensi dari karyawan untuk mencari siapa karyawan yang dapat diberikan Upskill/Reskill dengan cepat. Learning Agility menjadi salah satu aspek yang digunakan untuk melihat potensi karyawan, sehingga Future Leader memiliki kemampuan kecepatan berpikir dan bertindak, mampu untuk beradaptasi dan fleksibel serta mampu berkolaborasi baik secara tim maupun sistem.
Ada 5 Science Strategy yang dapat digunakan dalam membentuk dan mempersiapkan Future Leaders, yaitu:
1. Equip Talent to Think Ahead
Saat ini masih banyak leader yang belum mengetahui bagaimana caranya melihat Talent yang memiliki keterampilan (skills), kemampuan (abilities) dan keahlian (expertise) yang dibutuhkan agar karyawan memiliki Learning Agility di kemudian hari. Kembangkan karyawan agar memiliki Learning Agility yang tinggi, sehingga karyawan dapat menjadi seorang talent yang berpikir dan bertindak secara tangkas, Digital Savvy dan mampu beradaptasi dengan cepat.
2. Focus on The Right Traits and Build New Habit
Saat ini banyak perusahaan yang sudah mulai menerapkan sistem kerja Work from Home (WFH). Tidak sedikit perusahaan yang ragu akan sistem seperti ini karena dianggap tidak dapat mengontrol pekerjaan karyawannya. Tidak ada yang dapat mengontrol pekerjaan kita, selain diri kita sendiri. Faktor Emotional Intelligence menjadi krusial dalam membangun kebiasaan ini dan hal tersebut dapat dilatih serta dibangun. Kebiasaan baru ini diharapkan dapat membangun semangat kerja baru bagi karyawan dengan tetap bertanggung jawab atas pekerjaannya dengan menampilkan attitudeyang baik serta disiplin & dorongan tinggi untuk memberikan hasil kerja terbaik.

3. Make Talent Become a Data-Driven and Digital Savvy
Analytics and Data Science sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam proses berpikir. Menggunakan data/angka/statistik menjadi sangat penting khususnya dalam pengambilan keputusan, bukan menggunakan emosi saja. Biasakan agar karyawan dapat menggunakan data dalam memberikan presentasi menggunakan tools yang sesuai. Seperti misalnya pada saat proses menentukan potensi seseorang apakah cocok atau tidak dalam sebuah pekerjaan. Dalam menentukan hasil ini perlu mempertimbangkan Performance Rating, Kompetensi, Potensi dan Traits menggunakan Assessment Tools yang tepat.
Talent Intelligence is a new way to harness data and insights to reinvent and improve every step of the recruitment process. Combining these insights with the right instincts delivers the winning talent strategy. LinkedIn
4. Provide Best Culture Fit
Perusahaan harus memiliki Culture/Corporate Values yang disesuaikan dengan kebutuhan. Khususnya kondisi pandemi seperti saat ini, perlu diciptakan suasana kerja yang kondusif agar Talent dapat menampilkan High Performing Synergy dalam bekerja. Talent yang baik akan memikirkan “We” (kami/kita) daripada “I” (saya), dan menularkan semangat positif bagi perusahaan. Biasanya Culture yang baru dibuat secara sederhana, ditampilkan secara digital agar lebih mudah diakses dan diaplikasikan oleh setiap karyawan, sehingga karyawan dapat menjadi agen perubahan di perusahaan.
5. Make People Better Through Coaching System
Manager yang baik harus bisa melihat potensi dan kemampuan dari setiap karyawan, juga menjadi Coach yang baik. Seorang karyawan perlu mendapat kesempatan untuk diberikan Coaching. Hal ini dilakukan agar karyawan tersebut tetap semangat, tahu bagaimana berpikir lebih kritis, terpacu untuk menggunakan cara-cara baru dan memberikan perbaikan secara berkelanjutan. Terkadang mereka juga bisa merasa lelah, melakukan kesalahan dan semangat yang mulai turun. Maka dari itu dibutuhkan Coaching System yang baik sehingga mereka kembali memiliki semangat baru menjadi seorang Talent di perusahaan.
Strategi di atas hanya dapat dilakukan jika Management membangun Digital Learning Experience yang holistik dengan menggunakan pendekatan Blended Learning. Learning Experience haruslah dibuat dengan cara berikut ini, yaitu:
- MAKE IT AVAILABLE – Bisa belajar di mana dan kapan saja melalui Learning Management System yang bisa diakses secara aplikasi atau web-based.
- MAKE IT PERSONAL – Learning Journey setiap karyawan bisa disesuaikan dengan Job Profile, Industi dan Jabatan.
- MAKE IT FUN – Buatlah sistem pembelajaran yang menyenangkan dan mudah dimengerti, sehingga karyawan bisa lebih senang belajar dan merasa dilibatkan serta mengaplikasikan hasil pembelajaran secara nyata.
- MAKE IT STICK – Engagement dari Trainer sangatlah penting untuk membuat peserta pelatihan mampu menyerap ilmu dengan baik. Metode pengajaran berfokus pada kualitas, relevansi dan menarik agar dapat dimengerti.
- MAKE IT COLLABORATIVE – Pendekatan Blended Learning bisa dilakukan secara kolaboratif melalui Digital Tools sehingga peserta dapat melihat perspektif lainnya
Setiap perusahaan harus melakukan akselerasi menuju kesiapan Teknologi Digital dan Talent Managementyang mapan. Untuk itu, sebelumnya perusahaan harus mempersiapkan SDM yang handal dengan Learning Agility yang baik, Digital Savvy, berkompeten dan bisa dikembangkan secara terus menerus. Selain itu juga perusahaan harus berinvestasi dalam menyediakan Digital Platform Learning agar proses Upskilling dan Reskilling dapat berjalan secara tepat untuk pengembangan tiap individu.